Trilogis.id_(Tajuk)
Oleh : Man Muhammad
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tugas pokok seseorang yang menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) adalah membantu Bupati dalam melaksanakan, merumuskan, memimpin, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan tugas-tugas dibidang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dan begitu pula halnya dengan tugas Sekda yang baru-baru dilantik oleh Bupati Boalemo.
Layaknya sebagai seorang muslim dan seorang Indonesia wa bil khusus seorang Gorontalo, saya dan tentunya kita semua setiap kali memasuki bulan Rabiul Awal, tak pernah luput dengan tradisi Perayaan Hari Kelahiran Nabi Muhammad Saw (Maulid Nabi). Saya tidak akan membahas tentang bejibunnya pendapat tentang Maulid. Cukuplah apa yang dikatakan oleh Abuya Maliki al Hasani, “Tak layak seorang yang berakal bertanya ‘mengapa kalian memperingati maulid?’ Karena seolah-olah ia bertanya ‘mengapa kalian bergembira dengan lahirnya Nabi Saw.’”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Gorontalo sendiri, tradisi kegembiraan memperingati hari lahirnya Nabi dirayakan dengan membaca dzikir dan sejarah perjalanan hidup sampai wafatnya Rasulullah SAW. Mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Biasanya, di sebagian masjid di Gorontalo, sejarah perjalanan hidup Nabi ini dibacakan menggunakan bahasa Gorontalo dengan langgam ala Gorontalo atau, ada juga yang membaca tulisan Arab tapi tetap dengan langgam Gorontalo. Yang lebih modern, membaca sejarah Nabi yang bertuliskan Arab dan dengan langgam Arab. Intinya, setiap memasuki bulan Maulid, masjid-masjid lebih ramai dari biasanya.
Di Boalemo sendiri, peringatan Maulid Nabi tingkat kabupaten dirayakan tepat di tanggal 12 Rabiul Awal 1442 H/28 Oktober 2020 (Setelah Magrib). Akan tetapi, karena saat ini masih dalam situasi Pandemi Covid-19, maka perayaan tidak seperti yang dulu-dulu. Meski tetap ramai, namun protol kesehatan tetap diutamakan oleh semua yang hadir saat itu. Mulai dari para pejabat, pemangku adat, sampai masyarakat setempat. Belum ada yang aneh.
Pada tanggal 29 Oktober 2020, ‘keanehan mulai terlihat.’ Tiba-tiba keluar Surat Edaran Bernomor 800/Kesra/65/X/2020 yang ditujukan kepada seluruh Camat se-Kabupaten Boalemo dan ditandatangani oleh Sekda yang baru dilantik. Isi surat tersebut; Pertama, Bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw Tahun 1442 H/ 2020 M baik tingkat Kabupaten, Kecamatan, maupun Desa berakhir pada tanggal 28 Oktober 2020. Kedua, Bagi masjid yang ada di desa yang belum sempat melaksanakan secara serentak dengan masjid kabupaten maupun masjid besar kecamatan tidak dibenarkan lagi untuk melaksanakan perayaan kegiatan dimaksud baik secara nasional maupun tradisional.
Oke, kita sama-sama memahami dan menerima bahwa situasi saat ini selalu dibatasi dengan alasan pandemi yang belum juga berakhir. Tapi, mengapa saya katakan Surat Edaran yang ditandatangani Sekda adalah sebuah keanehan? Paling tidak ada dua alasan penting. Pertama, sebagai Sekda sekaligus seorang yang berdarah Gorontalo, seharusnya Sekda dapat memahami bagaimana kondisi sosiologis masyarakat Gorontalo –Boalemo khususnya— dalam setiap tradisi peringatan hari-hari besar Islam. Sehingga dalam setiap kebijakan yang diharapkan membantu kinerja pemerintahan dalam mengendalikan penyebaran virus Covid-19 –meskipun saat ini Boalemo terkonfirmasi telah masuk zona hijau—,bukan malah berbalik menjadi “kebobrokan” dalam hal kebijakan pemerintahan. Kedua,jika memang ada surat edaran perihal pelarangan peringatan hari-hari besar Islam secara ramai, harusnya sudah jauh-jauh hari sebelum peringatan tingkat kabupaten dilaksanakan. Karena baik itu tingkat kecamatan atau desa, pasti telah mempersiapkan apa-apa yang dibutuhkan dalam perayaan tersebut – dalam hal ini adalah perayaan Maulid Nabi— karena mengacu atas apa yang dilaksanakan di tingkat kabupaten. Bukan malah setelah kegiatan tingkat kabupaten telah sukses dilaksanakan, lalu mengeluarkan edaran meniadakan kegiatan yang sama di tingkat kecamatan atau pun desa.
Sebagai seorang muslim tentunya saya sangat paham bagaimana kita dianjurkan untuk menjaga diri dari hal-hal yang berkaitan dengan menjaga diri dari virus. Begitu pun seharusnya Sekda sebagai pembantu Bupati, benar-benar memahami kebijakan dalam pemerintahan. Bukan malah membuat kebijkan yang berujung polemik baru yang tidak jelas seperti ini.
Kita sama-sama melihat bagaimana pelaksanaan perayaan Maulid tingkat kabupaten dengan protokol kesehatan yang ditekankan itu berjalan dengan khidmat. Mengapa hal yang sama tidak diberlakukan ditingkat kecamatan dan desa? Bukannya yang hadir malah lebih banyak saat pelaksanaan tingkat kabupaten daripada tingkat kecamatan dan desa?
Alhasil, saya curiga bahwa ‘Pembubaran Perayaan Maulid’ di dua masjid yang berada di Kecamatan Botumoito yang diberitakan oleh dua media online (kronologi dan trilogis) disinyalir karena surat edaran yang ditandatangani oleh Sekda yang baru dilantik oleh Bupati Boalemo. Dan kalau seperti ini jadinya, posisi Sekda bukan lagi membantu kinerja pemerintah –dalam hal ini Bupati—melainkan jadi “boomerang” dalam pemerintahan. Harusnya, sebagai Sekda keempat –sejauh pengetahuan saya—dalam Pemerintahan Damai Bertasbih, dapat memberikan terobosan baru. Paling tidak, bisa mengembalikan “kepercayaan” masyarakat terhadap Empat Belas Program Pemerintahan Damai Bertasbih.
Saya jadi khawatir, kalau Sekda saat ini melakukan “manuver-manuver kebijakan” yang terus mengecewakan masyarakat, akan ada Sekda kelima dalam kepemimpinan Darwis Moridu dan Anas Jusuf.
Tulisan ini dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh Penulis.