Trilogis.id_(Opini/Tajuk) — Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa melalui UU Nomor 3 Tahun 2024 membawa implikasi hukum penting, terutama terkait perpanjangan masa jabatan Kepala Desa dari 6 tahun menjadi 8 tahun
Sebagai tindak lanjut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan surat edaran kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota untuk melakukan penyesuaian administrasi dan memastikan kebijakan ini berlaku secara otomatis tanpa memerlukan proses pemilihan ulang
Namun, dalam praktiknya, terdapat beberapa daerah di mana Bupati menolak menerbitkan Surat Keputusan (SK) penyesuaian masa jabatan Kepala Desa dengan alasan adanya penolakan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan sebagian kecil masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dasar Hukum
1. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2024
Pasal 39 ayat (1):
“Kepala Desa memegang jabatan selama 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.”
Pasal 118A:
“Kepala Desa dan BPD yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini diundangkan menyesuaikan masa jabatannya sampai dengan 8 (delapan) tahun.”
Putusan MK Nomor 128/PUU-XX/2023
MK menegaskan bahwa penyesuaian masa jabatan Kepala Desa berlaku otomatis, tanpa harus dilakukan pemilihan ulang.
MK juga menyatakan bahwa perpanjangan masa jabatan merupakan konsekuensi konstitusional dari perubahan UU Desa.
Surat Edaran Kemendagri
Kemendagri memerintahkan Bupati/Wali Kota untuk menyesuaikan administrasi dan menerbitkan SK penyesuaian.
Penolakan atau penundaan tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Analisis Hukum
1. Penolakan Bupati Tidak Memiliki Dasar Hukum
Alasan penolakan Bupati karena adanya penolakan BPD dan sebagian kecil masyarakat tidak dapat dijadikan dasar hukum karena:
UU Desa dan Putusan MK bersifat lex superior derogat legi inferiori, artinya lebih tinggi dan wajib dipatuhi.
Penyesuaian masa jabatan tidak memerlukan persetujuan BPD atau musyawarah desa.
Penolakan dari sebagian kecil masyarakat tidak dapat menghalangi implementasi UU.
2. Kewajiban Bupati
Bupati wajib:
Menindaklanjuti perintah Kemendagri dengan menerbitkan SK penyesuaian masa jabatan.
Memastikan tidak ada diskriminasi antar desa.
Menjaga stabilitas pemerintahan desa dan menghindari konflik horizontal.
3. Risiko Jika Bupati Menolak
Jika Bupati tetap menolak:
– Maladministrasi, Masyarakat bisa melaporkan ke Ombudsman RI.
– Pelanggaran UU Desa, Bisa menjadi objek gugatan TUN di PTUN.
– Potensi Sanksi Administratif, Kemendagri dapat memberikan teguran tertulis.
– Konflik Sosial, Jika ada kepala desa yang masa jabatannya tidak diperpanjang sementara desa lain diperpanjang, akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Kesimpulan
Perpanjangan masa jabatan Kepala Desa otomatis berlaku sesuai UU Nomor 3 Tahun 2024.
Penolakan Bupati dengan alasan adanya penolakan BPD dan sebagian kecil masyarakat tidak memiliki dasar hukum.
Bupati wajib menindaklanjuti surat Kemendagri dan putusan MK.
Jika Bupati tidak melaksanakan, masyarakat dan Kepala Desa dapat menempuh upaya hukum dan administratif.
Rekomendasi
1. Kepada Kepala Desa dan BPD
Mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati dengan tembusan Gubernur dan Kemendagri.
2. Jika Bupati Tetap Menolak
Laporkan ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi.
Ajukan gugatan ke PTUN untuk memaksa penerbitan SK penyesuaian.
3. Advokasi Publik
Melibatkan media, LSM, dan masyarakat untuk mendesak Bupati melaksanakan UU dan Putusan MK.
Penulis : Nanang Syawal
Editor : Redaksi