Trilogis.id (Opini) – Simulasi ini akan menggambarkan dua skenario: (1) Pengelolaan zakat yang sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011 dan (2) Pemotongan zakat secara paksa oleh Pemda.
Skenario 1: Zakat Sukarela Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011
1. ASN menerima gaji utuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Contoh: Seorang ASN bernama Budi menerima gaji Rp10.000.000 tanpa ada pemotongan dari pemerintah.
2. ASN memilih untuk menunaikan zakat.
Karena sudah mencapai nisab, Budi sukarela membayar zakat sebesar 2,5% (Rp250.000) melalui BAZNAS atau LAZ.
3. ASN mendapatkan bukti pembayaran zakat.
Setelah membayar zakat, Budi mendapat bukti setoran zakat yang nantinya bisa digunakan untuk mengurangi jumlah pajak terutang sesuai aturan yang berlaku.
4. Tidak ada sanksi jika tidak membayar zakat.
Jika Budi memutuskan tidak membayar zakat melalui BAZNAS dan memilih menyalurkannya sendiri, tidak ada paksaan atau sanksi dari pemerintah.
Simulasi Skenario 2: Zakat Dipotong dengan Paksaan Terselubung
1. ASN menerima surat persetujuan pemotongan zakat.
Setiap ASN mendapatkan dokumen yang menyatakan bahwa mereka “sukarela” setuju agar gajinya dipotong sebesar 2,5% untuk zakat.
2. ASN diberi dua pilihan: tanda tangan atau gaji ditunda.
Jika ASN menandatangani surat tersebut, maka setiap bulan gajinya akan otomatis dipotong.
Jika ASN menolak menandatangani, maka mereka mendapat peringatan bahwa gaji dan tunjangan mereka tidak akan dicairkan tepat waktu.
3. ASN yang menolak bisa menghadapi sanksi tambahan.
Tidak hanya gaji yang tertunda, tetapi ASN juga bisa terancam dimutasi atau bahkan masuk daftar non-job (tidak mendapat tugas).
ASN yang bersikeras menolak berisiko mendapat tekanan dari atasan atau lingkungan kerja.
4. ASN tetap tidak memiliki kendali atas zakatnya.
Meskipun dipaksa menandatangani, ASN tidak mendapatkan pilihan ke mana zakatnya akan disalurkan (misalnya ke mustahik yang mereka kenal).
Tidak ada jaminan transparansi mengenai penggunaan dana tersebut.
5. Potensi dampak psikologis dan profesional.
ASN yang terpaksa menandatangani karena takut gajinya ditunda merasa diperas secara sistematis.
ASN yang tidak setuju tetapi tetap menandatangani demi kelangsungan kariernya bisa mengalami tekanan mental dan ketidakpuasan kerja.
Kesimpulan dari Simulasi
Skenario 1 (sukarela) sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011 dan prinsip agama Islam yang mengedepankan keikhlasan.
Skenario 2 (pemotongan paksa) melanggar hak ASN dan bertentangan dengan aturan yang ada karena menghilangkan unsur kesukarelaan dalam zakat.
Jika kebijakan seperti di Skenario 2 benar-benar diterapkan di Boalemo, ASN berhak untuk mempertanyakan legalitasnya dan meminta kejelasan terkait pemotongan tersebut.
Meskipun ada dokumen persetujuan, unsur “sukarela” dalam zakat sudah hilang sepenuhnya.
ASN dipaksa memilih antara haknya atas gaji penuh atau “bersedekah” dengan cara yang tidak mereka kehendaki.
Ini bisa dikategorikan sebagai bentuk pemaksaan terselubung yang bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2011, yang menegaskan bahwa zakat harus bersifat sukarela.
Penulis: Mansur Martam
Cat: Segala sesuatu yang ditimbulkan oleh karena tulisan ini, menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh penulis.