Trilogis.id_(Opini/Tajuk) – Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Boalemo belakangan ini menjadi sorotan publik yang kian tajam. Opini yang berkembang luas di tengah masyarakat menunjukkan adanya kemerosotan fungsi dan peran lembaga legislatif ini, yang seharusnya menjadi representasi suara dan aspirasi rakyat.
Alih-alih menjalankan tugasnya sebagai perwakilan, para anggota dewan justru terkesan berlaga seperti pemilik kewenangan absolut, seolah-olah mengabaikan kepentingan publik demi agenda pribadi dan kelompok.
Kritik terhadap kinerja DPRD Boalemo berlandaskan pada beberapa isu krusial yang mengindikasikan adanya penyimpangan dari amanah konstitusi dan regulasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengawasan yang Lemah dan Lambatnya Penetapan APBD-P
Fungsi pengawasan merupakan pilar utama DPRD untuk memastikan anggaran dan program pemerintah berjalan sesuai rencana dan tidak terjadi penyimpangan. Namun, seperti yang diatur dalam Pasal 158 UU 23/2014, hak-hak pengawasan seperti interpelasi dan hak angket tampaknya tidak digunakan secara optimal.
Lemahnya pengawasan ini membuka celah lebar bagi inefisiensi dan penyalahgunaan anggaran di tingkat pemerintah daerah, yang pada akhirnya merugikan keuangan negara dan masyarakat Boalemo.
Lebih lanjut, keterlambatan dalam menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P)juga menjadi masalah serius.
Keterlambatan ini sering kali disebabkan oleh negosiasi yang berlarut-larut demi kepentingan pribadi dan golongan.
Padahal, Pasal 312 UU 23/2014 mewajibkan APBD ditetapkan tepat waktu. Keterlambatan ini bukan hanya melanggar regulasi, melainkan juga menghambat pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Boalemo, seperti pembangunan jalan, sekolah, atau fasilitas kesehatan.
Hilangnya Jati Diri sebagai Wakil Rakyat
Secara fundamental, apa yang terjadi di DPRD Boalemo adalah gambaran nyata dari kegagalan dalam menjalankan tiga fungsi utama legislatif: legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Sikap para anggota dewan yang mementingkan “kewenangan absolut” mereka telah mengkhianati Pasal 133 UU 23/2014, yang menegaskan bahwa mereka wajib memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya.
Hal ini juga melanggar sumpah dan janji jabatan yang diatur dalam Pasal 155 UU 23/2014, yang salah satu poinnya adalah “menjunjung tinggi Konstitusi dan menjalankan peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya”.
Pada akhirnya, keberadaan perdis fiktif, pengawasan yang lemah, dan lambatnya penetapan APBD-P adalah indikator kuat bahwa wakil rakyat di sana telah mengabaikan tanggung jawab mereka.
Fokus mereka terlihat bergeser dari kepentingan publik kepada kepentingan politik praktis dan transaksi di balik layar.
Redaksi berpandangan, untuk mengembalikan kepercayaan publik dan menjamin tata kelola pemerintahan yang baik, para anggota dewan Boalemo harus kembali pada visi dan misi awal mereka sebagai wakil rakyat, mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan publik di atas segalanya. Jika tidak, kerugian akan terus dirasakan oleh seluruh masyarakat Boalemo.
Penulis : Redaksi


















