Trilogis.id_(Boalemo) – Penanganan perkara dugaan perjalanan dinas (Perdis) fiktif anggota DPRD Boalemo tahun 2020–2022 kini menjadi sorotan publik. Meski penyidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Boalemo telah mencapai sekitar 60 persen, langkah aparat hukum untuk menuntaskan kasus ini masih dihadapkan pada sejumlah hambatan, terutama dalam proses pemanggilan dan pemeriksaan anggota legislatif yang diduga terlibat.
Kepala Kejari Boalemo, Nurul Anwar, membenarkan bahwa perkara tersebut tengah dalam tahap penyidikan dan telah mendapat perhatian khusus dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Bahkan, tim monitoring dan evaluasi dari Kejagung baru-baru ini turun langsung meninjau progres penanganan di bidang pidana khusus.
“Kami baru selesai dimonitoring oleh satgas Kejagung yang memantau kegiatan kami di bidang pidsus. Kami diminta menyampaikan progres setiap saat,” ujar Nurul Anwar, Jumat (3/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nurul menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen mengungkap kasus ini secara tuntas dan objektif. Namun, diakuinya, proses hukum yang melibatkan anggota legislatif tidak semudah perkara biasa, mengingat adanya aturan etik dan mekanisme internal DPRD yang sering kali menjadi penghambat pemanggilan.
“Kami tidak punya beban. Komitmen kami jelas, perkara ini harus dituntaskan. Tapi tentu semua dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk menghormati tata tertib dan prosedur pemanggilan pejabat publik sesuai arahan pimpinan,” jelasnya.
Sejumlah sumber internal menyebut, koordinasi antara kejaksaan dan sekretariat DPRD Boalemo menjadi salah satu titik krusial, sebab pemanggilan anggota dewan untuk dimintai keterangan wajib melalui mekanisme administratif tertentu. Dalam praktiknya, hal ini kerap menimbulkan keterlambatan dan potensi tarik-ulur kepentingan.
Padahal, publik menuntut transparansi dan keberanian aparat hukum dalam membuka kemungkinan adanya penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas DPRD Boalemo pada periode 2020–2022 yang ditaksir menelan ratusan juta rupiah.
Sejauh ini, puluhan saksi telah diperiksa, baik dari sekretariat DPRD maupun pihak terkait lainnya. Namun, beberapa anggota dewan aktif disebut belum memenuhi panggilan jaksa karena alasan formal administratif.
“Kita sudah sampaikan ke satgas Kejagung, targetnya Desember pada momentum Hari Anti Korupsi kami bisa memberikan keterangan terbuka soal hasil penyidikan,” ungkap Nurul.
Kasus Perdis fiktif ini dianggap menjadi ujian bagi integritas penegakan hukum di daerah, terutama dalam menembus batas regulasi yang kerap dijadikan tameng perlindungan bagi pejabat publik.
Publik kini menunggu langkah konkret Kejari Boalemo, apakah mampu menuntaskan perkara ini hingga menetapkan tersangka — atau kembali terhenti di tengah jalan akibat tekanan politik dan birokrasi



















