Oleh ; Kasim Maliu – Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor (GP.Ansor) Kabupaten Boalemo Dan Sekretaris FKUB Kabupaten Boalemo Dan Pengurus FKPT Provinsi Gorontalo
Trilogis.id (Boalemo) – Hari Toleransi Internasional (International Day for Tolerance) diperingati pada setiap tanggal 16 November setiap tahunnya, setelah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1995. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan rasa toleransi dan tenggang rasa di kalangan masyarakat dunia.
Toleransi sudah menjadi distorsi sosial di Negeri kita. Saat ini kita sedang berada di fase krisis toleransi yang sangat besar, bukan hanya ditingkat agama tapi sudah mencakup tingkat internal pribadi. Dimana problem identitas saat ini mulai mengerucut menjadi sangat personalitas sehingga menyebabkan potensi kita menjadi stagnan seperti ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Politik identitas ini merupakan alat yang paling mumpuni dalam melahirkan intoleransi, karena pada dasarnya politik identitas ini membuat alam bawah sadar kita menganggap orang yang tidak sependapat dengan kita adalah musuh.
Pun akibat yang ditimbulkan akan membuat bangsa ini menjadi kacau, apalagi politik identitas ini menimbulkan permasalahan ditingkat masyarakat yang ujung-ujungnya masyarakat sendiri yang saling berhadap hadapan,
Maka dari itu untuk menjadi bangsa yang besar, harus ada gerakan social yang melahirkan generasi baru yang sesuai dengan kebutuhan bangsa ini. Kita tidak bisa menaruh tumpuan yang lebih besar kepada orang-orang yang tidak melalui proses dari awal, hal ini tentu akan berimplikasi kepada kebijakan yang dikeluarkan nantinya.
Kementerian Agama dan pemerintah Daerah dalam mencegah intoleransi tentu dengan menggunakan konsep moderasi beragama, konsep moderasi ini mengatur bagaimana cara kita beragama sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Fungsi dari moderasi beragama ini tentu tidak lain untuk membentengi gerakan atau pemahaman dari seseorang ataupun golongan tertentu yang intoleran dengan kepercayaan atau ideologi yang dianut. Salah satu indikator dari moderasi keberagamaan ini yaitu bagaimana kita ramah terhadap budaya lokal.
Terkait persoalan ini, untuk konteks ke Indonesiaan yang masyarakatnya beragam baik itu dari segi suku, ras, budaya ataupun dari segi agama, tentu kita tidak bisa saling memaksakan kehendak. Sebab, mereka yang bukan seiman adalah saudara dalam kemanusiaan.
Kedepan di Indonesia juga akan mengalami bonus demografi, dimana usia angkatan kerja produktif lebih banyak daripada usia non produktif. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, tentu kalau tidak dimaksimalkan dengan baik akan menjadi serangan balik yang bisa saja merembes ke seluruh aspek utamanya dalam memperlebar jurang intoleransi.
Bahwa pada dasarnya konsep moderasi keberagamaan ini memiliki empat indikator penting, antara lain komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan ramah terhadap tradisi lokal.
Toleransi tidak hanya berbicara tentang hubungan dengan pemeluk agama lain, tetapi ada hal yang juga penting bahwa toleransi itu harus dimulai dengan diri sendiri, baru kemudian berbicara toleransi.