Trilogis.id_(BOALEMO) – Aktivis Kisman Abubakar menilai aksi demonstrasi yang menyoroti kasus dugaan perjalanan dinas (perdis) fiktif DPRD Boalemo cenderung “tendensius”.
Menurutnya, publik sebaiknya tidak berlebihan dalam mendesak Kejaksaan Negeri Boalemo, karena proses hukum tetap membutuhkan ruang objektivitas.
Namun, pernyataan Kisman tersebut justru menuai gelombang kontra. Sejumlah aktivis menilai bahwa penggunaan istilah “tendensius” tidak bisa dipahami sebagai sesuatu yang negatif. Sebab, dalam konteks korupsi, desakan publik yang tajam dan keras adalah bentuk kewajaran, bahkan keharusan, demi menyelamatkan keuangan negara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau bicara korupsi, memang tidak ada kebaikan yang bisa dibenarkan. DPRD itu sudah mengkhianati amanah rakyat jika benar terlibat perdis fiktif. Jadi wajar kalau masyarakat, mahasiswa, dan LSM turun ke jalan dengan sikap keras. Itu bukan lebay, itu panggilan moral,” tegas Nurmala Hidayat, aktivis muda Perempuan NU sekaligus PC. Korps PMII Putri Boalemo, Sabtu (12/09/2025).
Ia menambahkan, desakan publik sejatinya bukan ancaman bagi penegakan hukum, tetapi justru penguat agar aparat tidak bermain-main dengan kasus besar yang menyeret unsur pimpinan DPRD.
“Kalau tidak ada tekanan publik, justru rawan masuk angin. Maka ketika ada yang menyebut demo itu tendensius, harus dipahami bahwa tendensius terhadap korupsi memang bentuk keberpihakan pada rakyat dan negara,” ujarnya.
Lebih jauh, Nurain menyoroti lambannya Kejaksaan dalam membuka fakta kasus yang diduga merugikan negara miliaran rupiah. Ia mendesak agar penyidik segera memeriksa seluruh pihak, termasuk Ketua DPRD dan Wakil Bupati yang disebut-sebut ikut menikmati aliran dana perjalanan dinas fiktif tersebut.
“Masyarakat tidak butuh kompromi atau alasan kekeluargaan. Uang negara harus dikembalikan, dan mereka yang mengkhianati rakyat harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” pungkasnya.


















